Rasisme hanyalah sebuah perpecahan bangsa


rasisme hanyalah sebuah perpecahan bagi bangsa

liputannegaraqq -  Jakarta,  Kematian George Floyd menghadirkan luka mendalam dalam diri setiap insan di dunia. Kita yang harusnya bisa hidup sebagai sebuah komunitas umat manusia, nyatanya masih berkutat pada masalah pelik sisa-sisa abad kolonialiasme: rasisme.

Memang tidak mudah menyingkirkan Rasisme dari dalam diri. Andaikan itu benalu, ia sudah menggerogoti tubuh manusia secara kronik. Ia sudah membelitkan sulur-sulurnya dan memeluk erat jantung kita.

Jika tidak hati-hati, membunuh benalu rasisme bisa juga melukai jantung dan kehidupan masyarakat kita sendiri.

Apartheid Produk Barat

Jikalau kita berkaca pada perang Boer yang terjadi di Afrika Selatan puluhan tahun lalu, maka terbersit sebuah fakta yang menggelikan, memuakkan, di luar nalar sehat dan menjijikkan.

Seperti diketahui, perang Boer adalah serangkaian pertempuran antara Inggris dan warga koloni Belanda di Afrika. Dua bangsa kulit putih bertempur untuk memperebutkan tanah orang Afrika. Demi apapun sungguh manusia tempatnya rakus dan serakah.

Paska perang, bangsa Afrika juga masih mengalami perlakuan yang konyol, menjadi warga kelas dua di tanahnya sendiri. Pembenaran dalam bentuk, hukum, undang-undang, norma, ataupun teori tentu saja tak lebih dari omong kosong golongan kulit putih untuk mengkekalkan kekuasaan mereka di negeri yang penuh sumber daya alam melimpah tersebut.

Sistem politik, ekonomi dan birokrasi benar-benar berpihak pada warga keturunan Eropa, sedangkan penduduk pribumi hanya menjadi penonton belaka. Jika dalam keadaan seperti ini masih berharap adanya kedamaian, persahabatan dan persatuan antar umat manusia, maka sama saja berharap hujan salju turun di Indonesia pada bulan Agustus.

Tidak mungkin ada perdamaian ketika keadilan diinjak-injak dan direndahkan. Sepanjang tahun 60an hingga 70an, bangsa kulit hitam atau kaum Afrikaner pribumi berjuang habis-habisan. Ada yang memakai jalur diplomasi tetapi tak jarang yang memilih cara kekerasan.

Munculnya sosok Nelson Mandela sang bapak bangsa Afrika Selatan akhirnya cukup mampu menyudahi episode kekelaman yang penuh darah dan air mata. Kulit Putih, Hitam maupun Asia sama-sama berjuang demi keutuhan negara Afrika Selatan dan pembangunan infrastruktur demi mengejar ketertinggalan.

Keadilan dan Pengampunan

Kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus rasisme yang masih hidup dan dihidupi di tengah-tengah umat manusia. Ada yang terekspos media, ada yang bergerak dalam sunyi.

Kunci dari penghapusan Rasisme adalah tegaknya keadilan. Hukum harus benar-benar buta, dalam hal ini tidak boleh memandang siapa pelakunya. Semua pelaku rasisme harus dihukum dengan hukuman yang pantas.

Amerika rusuh karena ternyata ‘terduga pelaku pembunuhan’ adalah seorang polisi yang memiting leher Floyd menggunakan dengkul. Padahal Floyd sudah memohon karena tidak mampu bernafas lagi. Siapa yang tidak marah melihat manusia diperlakukan seperti itu.

Keadilan harus ditegakkan. Ini hal yang tidak bisa ditawar lagi. Semua umat manusia dari berbagai ras, etnik, bahasa, bangsa, agama, kepercayaan dan golongan wajib mematuhi hukum dengan benar.

Selanjutnya, walau mungkin akan jadi opini yang tidak populer, seperti bangsa Afrika Selatan yang meneladani ajaran Nelson Mandela, kita harus belajar untuk saling memaafkan dan mengampuni.

Generasi baru, yakni mereka yang berada di luar era penuh ketidakadilan harus belajar hidup bersama. Semua ajaran yang berfondasikan kekerasan, membeda-bedakan manusia dan memilah-milah orang berdasarkan ini itu harus diawasi dengan ketat.

Tanpa adanya keadilan dan pengampunan, zaman baru tidak akan pernah hadir. Manusia akan terus hidup di dalam lumpur yang sama, yang mengotori dunia dengan kebencian. Padahal semua manusia adalah sama di mata Sang Pencipta.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengungkap Cerita Misteri Lantai 13

Dua Pria saling bacok, keduanya tewas menggenaskan

Bocah berusia 9 tahun ditemukan hanyut di irigasi boyolali